Jangan habiskan waktumu untuk berusaha menarik apa yang telah kau lakukan
Lebih baik kau mengubah apa yang akan kau lakukan sebelum benar-benar kau lakukan
Bertanggungjawablah atas hidupmu sendiri
Bijak
Penjelajah yang sejati tahu kapan harus bergerak, berhenti dan beristirahat.
Jika tersesat dalam kesibukan yang kita sendiri tak tahu mengapa melakukan apa. Semestinya anda juga berhenti sejenak. Membuka peta diri sendiri, merujuk kembali pada tujuan besar hidup kita, lalu meniatkan hati untuk melangkah. Tujuan tak tercapai karena kita bergerak secepat-cepatnya. Tujuan tercapai karena kita tahu mana yang sedang dituju, serta bergerak penuh kesadaran dan kewaspadaan.
Jika tersesat dalam kesibukan yang kita sendiri tak tahu mengapa melakukan apa. Semestinya anda juga berhenti sejenak. Membuka peta diri sendiri, merujuk kembali pada tujuan besar hidup kita, lalu meniatkan hati untuk melangkah. Tujuan tak tercapai karena kita bergerak secepat-cepatnya. Tujuan tercapai karena kita tahu mana yang sedang dituju, serta bergerak penuh kesadaran dan kewaspadaan.
Percaya diri
Banyak orang pandai menyarankan agar kita memiliki kepercayaan diri yang kuat.
Pertanyaannya: diri yang manakah yang patut dipercayai?
Apakah panca indera kita? Padahal kejituan panca indera seringkali tak lebih tumpul dari ujung pena yang patah. Apakah tubuh fisik kita? Padahal sejalan dengan lajunya usia, kekuatan tubuh memuai seperti lilin terkena panas. Ataukah pikiran kita? Padahal keunggulan pikiran tak lebih luas dari setetes air di samudera ilmu. Atau mungkin perasaan kita? Padahal ketajaman perasaan seringkali tak mampu menjawab persoalan logika. Lalu diri yang manakah yang patut kita percayai?
Semestinya kita tak memecah-belah diri menjadi berkeping-keping seperti itu. Diri adalah diri yang menyatukan semua pecahan-pecahan diri yang kita ciptakan sendiri. Kesatuan itulah yang disebut dengan integritas. Dan hanya sebuah kekuatan dari dalam diri yang paling dalamlah yang mampu merengkuh menyatukannya. Diri itulah yang patut dipercayai, karena ia mampu menggenggam kekuatan fisik, keunggulan pikiran dan kehalusan budi kita.
Pertanyaannya: diri yang manakah yang patut dipercayai?
Apakah panca indera kita? Padahal kejituan panca indera seringkali tak lebih tumpul dari ujung pena yang patah. Apakah tubuh fisik kita? Padahal sejalan dengan lajunya usia, kekuatan tubuh memuai seperti lilin terkena panas. Ataukah pikiran kita? Padahal keunggulan pikiran tak lebih luas dari setetes air di samudera ilmu. Atau mungkin perasaan kita? Padahal ketajaman perasaan seringkali tak mampu menjawab persoalan logika. Lalu diri yang manakah yang patut kita percayai?
Semestinya kita tak memecah-belah diri menjadi berkeping-keping seperti itu. Diri adalah diri yang menyatukan semua pecahan-pecahan diri yang kita ciptakan sendiri. Kesatuan itulah yang disebut dengan integritas. Dan hanya sebuah kekuatan dari dalam diri yang paling dalamlah yang mampu merengkuh menyatukannya. Diri itulah yang patut dipercayai, karena ia mampu menggenggam kekuatan fisik, keunggulan pikiran dan kehalusan budi kita.
sindrom
tiap malam kalo lagi asyikasyiknya main game seneng sekali sampai lupa waktu
jam gak pernah diperhatikan sama sekali
sekali d perhatikan, eeeh ternyata udah mau pagi
keren, bisa kuat melek sampai pagi
lain halnya kalo malam lagi bikin tugas
bawaannya selalu liat jam n lagi bisa ketiduran walaupun belum nyentuh inti tugasnya
kok bisa yaaak
jam gak pernah diperhatikan sama sekali
sekali d perhatikan, eeeh ternyata udah mau pagi
keren, bisa kuat melek sampai pagi
lain halnya kalo malam lagi bikin tugas
bawaannya selalu liat jam n lagi bisa ketiduran walaupun belum nyentuh inti tugasnya
kok bisa yaaak
Langganan:
Postingan (Atom)